Wednesday, February 13, 2013

Makalamau, Nekara Perunggu dari Pulau Sangeang Sebagai Bukti Adanya Perdagangan

OLEH: GILANG SWARA SUKMA

         Sejatinya manusia adalah makhluk yang tidak pernah puas dan selalu menginginkan sesuatu yang lebih. Terutama dalam hal memenuhi kebutuhan mereka. Mereka selalu berusaha untuk mendapatkan hasil yang semaksimal mungkin. Seiring dengan berkembangnya otak manusia dan adanya dorongan untuk memenuhi kebutuhannya maka menyebabkan munculnya inovasi-inovasi baru yang diciptakan oleh manusia. Begitu juga halnya dengan manusia prasejarah. Mereka yang tadinya hanya mengenal bercocok tanam dan domestikasi hewan dengan alat-alat yang sederhana berkembang dengan mengenal alat-alat logam setelah mereka mengetahui bagaimana cara melebur dan mengolah logam.
Dari situ dapat kita ketahui bahwa telah terjadi kemajuan, khususnya dalam bidang teknologi. Yang awalnya mereka hanya menggunakan alat-alat yang terbuat dari batu, tulang, dan kayu, setelah mereka mengenal teknologi logam mereka mulai beralih menggunakan alat-alat yang terbuat dari logam. Karena logam sendiri merupakan bahan yang mudah dibentuk menjadi bentuk apapun. Namun, walaupun mereka telah mengenal adanya logam, mereka tidak sepenuhnya meninggalkan alat-alat batu mereka. Mereka tetap masih menggunakan alat-alat batu, tulang dan kayu. Karena biasanya alat-alat yang terbuat dari logam adalah alat-alat yang memiliki fungsi religi dan fungsi sosial dan memang pada saat itu alat-alat yang terbuat dari logam merupakan alat-alat yang langka dan memiliki prestos yang ringgi. Alat-alat logam tersebut berupa kapak corong, bejana, patung, nekara serta perhiasan dan aksesori lainnya (Bintarti, 2008). Kebanyakan dari alat-alat logam tersebut terbuat dari perunggu. Dari alat-alat perunggu tadi terdapat satu alat yang dianggap penting yaitu nekara. Mengapa demikaian? Karena nekara perunggu sering merupakan penanda kemajuan teknologi pada masa logam.
Nekara perunggu sendiri merupakan hasil budaya materi yang pesebarannya cukup luas. Pertama kali, nekara perunggu ditemukan di Dong son, Propinsi Than Hoa, Vietnam. Daerah Dong son sendiri sering dianggap sebagai cikal-bakal atau daerah asal dari budaya Dong son yang tersebar hampir di seluruh Asia Tenggara. Selain itu, nekara perunggu juga ditemukan hampir di seluruh daratan Asia Tenggara, seperti di Thailand, Kamboja, Myanmar, Laos, Malaysia, dan Indonesia. Selain itu, nekara perunggu juga ditemukan di propinsi Yunan, yaitu sebuah propinsi di Cina bagian selatan. Di Indonesia, nekara perunggu tersebar mulai dari pulau Sumatra yang berada di sebelah barat hingga Papua yang merupakan pulau paling timur di Indonesia.
Dengan demikian, melihat pola pesebaran dari nekara perunggu yang tersebar hampir di seluruh daratan Asia Tenggara hingga di daratan Cina bagian selatan, menimbulkan sebuah pertanyaan besar. Bagaimana nekara perunggu tersebut dapat menyebar hingga ke seluruh daratan Asia Tenggara khususnya di Indonesia yang merupakan daerah kepulauan ?. Maka dari itu makalah ini dibuat untuk mengungkap kasus tersebut dan menjawab pertanyaan itu.

Nekara Perunggu “Makalamau” dari Pulau Sangeang
            Telah disebutkan tadi bahwa nekara perunggu yang awalnya berasal dari daerah Dong Son, Vietnam menyebar hampir keseluruh wilayah di daratan Asia Tenggara termasuk daerah kepulauan seperti Indonesia. Maka dari itu timbul suatu pertanyaan bagaimana nekara tersebut dapat menyebar dari Vietnam hingga ke Indonesia? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut ada hal yang perlu diketahui terlebih dahulu, yaitu apa itu nekara dan apa saja jenisnya serta nekara seperti apa yang ada di Indonesia? Lalu apakah ada hubungannya dengan nekara yang berasal dari Dong Son?.
            Nekara sendiri adalah suatu benda yang merupakan tinggalan arkeologis dari zaman logam (bronze age). Nekara memiliki Bentuk seperti dandang yang terbalik dan terbuat dari perunggu. Pada umumnya nekara perunggu tersusun dari tiga bagian, yaitu bagian atas yang terdiri bidang pukul yang datar (tympanum) dan bagian bahu yang dilengkapi dengan pegangan, bagian tengah atau badan yang berbentuk silinder, serta bagian bawah atau bagian kaki yang melebar (Poesponegoro; Notosusanto, 1993: 246).
Nekara perunggu pada umumnya dihiasi dengan berbagai macam pola hias. Pola hias yang ada pada nekara perunggu biasanya terdiri atas pola-pola hias yang bersifat geometris. Tetapi tidak semuanya nekara perunggu memiliki pola hias yang bersifat dekoratif semata, ada beberapa nekara yang memiliki hiasan-hiasan berupa binatang, bentuk rumah, perahu, gambar perburuan, adegan upacara, dan hiasan-hiasan yang digambarkan secara naturalistik maupun stiliran (Geldern, 1945 dalam Tanudirjo: 25). Namun, kerayaan hiasan antara satu nekara satu dengan yang lainnya tidaklah sama sehingga adanya perbedaan tersebut sangat berpengaruh dalam menentukan klasifikasi. Maka dari itu, terbentuklah tipe-tipe guna mengklasifikasi nekara perunggu. Pada tahun 1878 AD Meyer dan W.Foy mengklasifikasikan nekara menjadi 6 tipe, yaitu tipe M1-M6. kemudian pada tahun 1902 klasifikasi yang dilakukan oleh Meyer disederhanakan oleh F. Heger menjadi 4 tipe saja yakni tipe Heger I – Heger IV dan hingga saat ini yang digunakan untuk mengklasifikasi nekara perunggu adalah klasifikasi menurut Heger (Bintarti, 2008).
Berdasarakan data-data yang diperoleh, vietnam merupakan Negara di Asia Tenggara yang paling banyak memiliki temuan berupa nekara perunggu dan memiliki persebaran yang merata diseluruh bagian dari Negara tersebut. Menurut Peter Bellwood dalam bukunya yang berjudul Prasejarah Kepulauan Indo-Malaya menyebutkan bahwa pembuatan perunggu di Asia Tenggara pertama kali dilakukan di Vietnam Utara pada pertengahan milenium kedua SM (Bellwood, 2000: 389). Kira-kira dimulai pada tahun 3000 – 2000 SM (Poesponegoro; Notosusanto, 1993: 243). Di Indonesia masa logam baru berlangsung sekitar 500 – 300 SM.
Berdasarkan data-data diatas maka dapat dikatakan bahwa nekara perunggu berasal dari Vietnam. Karena banyaknya nekara perunggu ditemukan di Dong Son serta banyaknya nekara-nekara yang ditemukan di daerah lain memiliki ciri yang hampir sama dengan nekara yang ditemukan di Dong Son, maka perkembangan budaya yang terjadi pada masa itu sering disebut sebagai budaya Dongson. Budaya Dongson sendiri dapat ditemui hampir diseluruh daratan Asia tenggara termasuk daerah kepulauan seperti Indonesia.
Nekara perunggu yang merupakan bagian dari budaya Dongson jika diklasifikasikan menurut klasifikasi Heger kebanyakan termasuk kedalam tipe Heger I. Tipe Heger I ini dinilai memiliki persebaran yang paling luas diantara nekara tipe Heger lainnya. Termasuk nekara-nekara yang ditemukan di Indonesia, kebanyakan nekara-nekara tersebut merupakan nekara Tipe Heger I. Mengenai persebarannya sendiri, nekara tipe Heger I di Indonesia banyak ditemukan didaerah timur Indonesia.
Nekara-nekara perunggu yang ditemukan di Indonesia bagian timur memiliki pola hias yang sangat raya dan indah. Nekara-nekara yang ditemukan di Indonesia bagian Timur dianggap nekara yang memiliki kualitas yang baik dibanding nekara-nekara perunggu lainnya yang ditemukan di Indonesia. Karena nekara ini memiliki hiasan yang sangat raya. Salah satunya yaitu nekara yang ditemukan di Pulau Sangeang (pulau kecil di sekitar pulau Sumbawa), Nusa Tenggara Barat. Nekara ini sering disebut sebagai maestronya nekara perunggu yang ada di Indonesia selain nekara perunggu dari pejeng (Bali). Penduduk setempat menyebut nekara perunggu ini dengan sebutan Makalamau atau Waisarinci dan ada pula yang menyebut dengan sebutan Saritasangi. Penduduk setempat mempercayai bahwa Makalamau memiliki kekuatan magis yang dahsyat. Maka dari itu, nekara tersebut digunakan sebagai alat dalam sebuah upacara atau ritual. Penduduk setempat menggunakan Makalamau untuk mendatangkan hujan dengan cara Makalamau secara terbalik, yaitu dengan bidang pukul berada di bawah (Poesponegoro; Notosusanto, 1992). Hal tersebut berbeda dengan fungsi nekara perunggu yang ada di Vietnam. Menurut pendapat Loofs-Wissowa (1991) yang dikutip oleh Peter Bellwood meyebutkan bahwa di Vietnam nekara perunggu digunakan sebagai hadiah yang diberikan kepada penguasa setempat sebagai lambang martabat raja dan kekuasaanya. Nekara tersebut diberikan oleh penguasa politik dan agama di Vietnam (Bellwood, 2000: 403).
Telah disebutkan bahwa hiasan pada nekara perunggu tidak hanya berfungsi sebagai hiasan yang bersifat dekoratif dengan memiliki pola-pola yang geometris. Pada beberapa nekara terdapat hiasan-hiasan dengan pola-pola yang sangat indah. Seperti yang ada pada nekara perunggu (Makalamau) dari Pulau Sangeang. Pada Makalamau terdapat hiasan berupa seorang laki-laki yang sedang duduk di punggung kuda dan orang-orang yang mengenakan seragam menyerupai pakaian tartar (Cina), Kushan (India Utara), Satavahana (India Tengah) (Geldern, 1945: 25). Selain itu, juga terdapat hiasan perahu yang merupakan upacara penghormatan terhadap orang yang meninggal yang ada di Vietnam. Berdasarkan data seperti itu dapat dikatakan bahwa semua adegan tersebut tidak dikenal oleh penduduk Indonesia bagian timur. Sudah jelas bahwa nekara tersebut (Makalamau) tidak dibuat didaerah tempat ditemukannya yaitu Pulau Sangeang. Namun Imamura (1993) berpendapat bahwa beberapa nekara tipe Heger I termuda mungkin dibuat di Indonesia. Namun, pendapat tersebut telah terbantahkan oleh pendapat Kempers. Ia menyebutkan bahwa jika dilihat dari kadar timahnya yang tinggi tampak kebanyakan dari nekara-nekara yang ditemukan di Indonesia timur di buat di Vietnam karena pengaruh Cina sangat kuat di daerah itu setelah abad 2 SM (Kempers, 1988). Sementara itu Geldern berpendapat bahwa Makalamau dicetak di Funan yang sudah berbudaya India pada 250 SM (Geldern, 1945).

“Makalamau” sebagai sudah bukti adanya perdagangan dan hubungan dengan Negara luar
            Nekara tipe Heger I yang memiliki pola hias yang sangat indah dibandingkan dengan nekara tipe Heger lainnya sekaligus nekara tipe Heger I menjadi ciri budaya dari Dongson. Jika dilihat dari pola hiasnya yang raya dan indah, nekara tipe Heger I jelas-jelas bukan barang sembarangan melainkan sebuah barang yang sangat berharga bagi masyarakat pendukungnya. Tak hayal kalau nekara perunggu sering dijadikan sebagai alat barter atau sebagai barang yang diperdagangkan. Melihat persebarannya yang merata mulai dari daratan Asia Tenggara hingga wilayah kepulauan seperti Indoenesia, nekara perunggu merupakan golongan barang-barang mewah yang menyebabkan terjadinya long distance trade (Bintarti, 2008). Berdasarkan asumsi yang diungkapkan oleh Bintarti diatas maka asumsi tersebut dapat digunakan guna menjawab pertanyaan yang timbul, yaitu Bagaimana nekara-nekara perunggu tersebut dapat menyebar ke seluruh daratan Asia Tenggara hingga wilayah kepulauan seperti wilayah Indonesia? Yang tentunya asumsi tersebut didukung oleh pendapat-pendapat yang telah di paparkan pada poin sebelumnya.
            Seperti contoh kasus pada Nekara perunggu (Makalamau) yang ada di Pulau Sangeang yang berada di Indonesia bagian timur. Nekara perunggu yang dikenal dengan sebutan Makalamau oleh penduduk di Pulau Sangeang memiliki fungsi sebagai media untuk upacara atau ritual  khususnya ritual memanggil hujan. Dengan adanya fungsi tersebut maka nekara merupakan barang langka dan tidak setiap orang memilikinya karena nekara jadi dianggap sebagai benda sakral. Sangat menarik memang, jika kita lihat bahwa nekara-nekara yang ditemukan di Indonesia timur adalah nekara yang menjadi maestronya karena memiliki hiasan yang sangat raya dan indah termasuk nekara Makalamau dari Pulau Sangeang.
            Tetapi jika kita lihat kembali, daerah Indonesia timur merupakan daerah penghasil rempah-rempah dan kayu cendana menjadi komoditas utama. Tampaknya hal tersebutlah yang mendorong terjadinya barter antara barang kebutuhan masyarakat di kedua wilayah yang berjauhan. Jauh sebelum munculnya kerajaan di Indoensia timur, rupanya rempah-rempah sudah dikenal dan diminati oleh orang-orang India maupun Asia Tenggara. Ditemukannya barang selain nekara yang berupa kain Pattola asli dari India, dan manik-manik mutisala dari afrika adalah bukti adanya perdagangan serta hubungan dengan pihak lain (Bintarti, 2008).

Kesimpulan
            Nekara Perunggu sebagai salah satu hasil dari budaya logam tersebar secara merata mulai dari Asia Tenggara daratan hingga wilayah kepulauan seperti Indonesia. Nekara perunggu sendiri berasal dari daerah Dongson, Vietnam. Lalu, karena banyak ditemukannya nekara-nekara perunggu yang memiliki ciri mirip dengan nekara dari Dongson maka lahir sebutan tentang kebudayaan Dongson. Nekara-nekara perungga yang merupakan budaya Dongson diklasifikasikan menjadi 4 tipe oleh F. Heger, yaitu tipa Heger I-Heger IV.
            Nekara tipe Heger I kebanyakan ditemukan di Indonesia bagian Timur. Nekara Tipe Heger I merupakan nekara dengan kualitas yang paling baik karena memiliki hiasan yang sangat raya yang indah, seperti nekara perunggu yang ditemukan di Pulau Sangeang, Sumbawa. Penduduk setempat mnyebut nekara tersebut dengan sebutan Makalamau. Makalamau sendiri merupakan barang sakral karena digunakan sebagai media upacara memanggil hujan sehingg makalamau adalah bukan barang sembarangan karena hanya kalangan tertentu yang boleh memiliki. Akibatnya Makalamau menjadi barang yang sangat berharga dan yang pasti bukan barang asli daerah setempat melainkan didatang dari daerah lainnya. Dari adanya hal tersebut mendorong adanya Long Distance Trade.
            Daerah Indonesia timur yang merupakan penghasil rempah-rempah dan kayu cendana mendorong terjadinya barter antar barang yang merupakan kebutuhan dari  kedua belah pihak yang melakukan perdagangan.



DAFTAR PUSTAKA
Djoened Poesponegoro, Mawarti; Notosusanto, Nugroho. 1993. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Bellwood, Peter. 2000. Prasejarah Kepulauan Indo-Malaysia, Edisi Revisi. Jakarta: P.T Gramedia.

Bintarti, D.D. 2008. Nekara Perunggu Dari Yunan sampai Papua



Heine Geldern, R. Von. 1945. Prehistoric Research in The Netherlands Indies. Edited by Pieter Honig and Frans Verdoorm, Science and Scientist in The Netherlands Indies. Diterjemahkan oleh Daud Aris Tanudirjo. New York: The Riverside Press.
            

No comments:

Post a Comment