Monday, February 11, 2013

PAGI


                Ketika itu, yang aku tahu hanya malam yang selalu menampakkan batang hidungnya. Hanya gelap yang selalu menemaniku kemanapun aku berada. Cuma kesunyian yang selalu berkelakar di tengah-tengah hidupnya raga ini. aku hampir tak bisa merasakan ke-ada-an. Aku hampir tak tahu apa dan siapa itu pagi. Aku bahkan tak mengerti kalau ternyata di dunia ini banyak cahaya yang menyilaukan. Mungkin aku telah buta dibutakan oleh silaunya cahaya sehingga aku tak dapat menangkapnya.
 Sampai saatnya ketika kejenuhan akan kegelapan malam mulai melanda, tiba-tiba kamu datang. Layaknya seonggok jelangkung yang datang tanpa diundang. Seperti nyala lampu yang terang dan menyilaukan mata. Kamu datang dengan membawa kesejukan dan kehangatan. Bukan kedinginan lagi yang kurasa, aku merasa sesuatu yang sangat berbeda. Pagi, kamu telah dating memelukku dengan hangat sehingga sejuk yang kurasa enggan aku jatuhkan. Aku merindukanmu pagi. Aku sangat merindukan datangnya kamu. Aku hampir mati ditelan malam, sebelum kamu menyelamatkanku.
Pagi, kau selalu yang dinanti. Ketika malam telah memiliki kejenuhan. Ketika ayam-ayam yang tak bisa melihat dikala gelap. Saat tanaman tertidur pulas dibekap sinar bulan. Pagi selalu dinanti. Bunga bermekaran, embun bertebaran, matahari bersinar, itu yang selalu dinanti.
Pagi, kamu telah kudapatkan. Kamu telah memelukku dengan erat. Kamu telah berhasil membangkitkan semangatku kembali, semangat untuk tersenyum kembali. Karena kamu, aku merasa lahir kembali di dunia ini. aku enggan melepaskanmu dan aku yakin kamu juga tidak akan membiarkanku kembali terlelap dinaungi gelapnya malam.
Pagi, aku ingin bertanya kepadamu. Apakah kamu akan memelukku dengan erat? Apakah kamu akan selalu hadir dan menjadi penyemangat dalam menjalani hidup ini? apakah kamu akan selalu membiarkan aku menikmati setiap kehangatan dan kesejukkan dipeluk olehmu? Dan jika malam tanpa sengaja menculiku kembali, apakah kamu akan hadir menjadi penyelamatku dari keheningan malam? apakah kamu akan selalu hadir di dalam kehidupanku?
Huft, maaf kalau aku begitu egois untuk selalu memiliki pagi. Karena sejatinya pagi itu berhak dimiliki dan dinikmati oleh siapapun.                 


Gilang Swara Sukma
Jogja, 10022013

No comments:

Post a Comment