Suara
ayam berkokok telah menggema bak lantunan lagu syahdu nan indah. Matahari pun terbangun
dari tidurnya yang lelap. Memancarkan indahnya sinar yang menghangatkan jiwa.
Tetes embun turut mengiringi keelokan suryanya. Tampaknya akan menjadi pagi
yang mencerahkan kalbu.
“teng..teng..teng..”
suara jam dinding besar yang menempel didinding ruang tamu.
Sherlyn
pun terbangun dari tidurnya. Menatap keluar menembus jendela kamarnya yang
sangat besar, guna menghirup segarnya udara pagi dan melihat keadaan sekitar.
Sama seperti biasa, banyak orang-orang pribumi yang tampaknya sangat sibuk. Kemudian
terlihat para kaum indis yang hanya petantang-petenteng
layaknya seorang bos mafia dan berlagak seperti juragan minyak sedang
memerintah orang pribumi untuk bekerja. Terkadang dalam hati kecilnya, sherlyn
merasa kasihan terhadap orang-orang pribumi dan ingin segera menghentikan
penindasan yang dilakukan oleh orang-orang yang sama dengannya yaitu bangsa
indis. Tapi apa daya, dia belum punya hak karena ia masih remaja. Bisa dibilang
sherlyn masih bau kencur, masih belasan tahun. Mungkin suatu saat nanti ketika
ia telah dewasa, ia akan melakukan sebuah perubahan.
“tok..tok..tok”
suara merdu ketokan pintu kayu kamarnya.
“siapa ya?”
sherlyn bertanya kepada sang pengetuk pintu.
“saya non, sarapan dulu
non”
jawab pembantunya yang tadi mentuk pintu.
Sherlyn
memiliki seorang pembantu. Pembantunya itu adalah seorang wanita paruh baya dan
merupakan orang pribumi tulen. Dia sangat baik kepada sherlyn, entah mungkin
dia takut kepada keluarga sherlyn atau memang pembantunya itu orang yang baik dan
tulus dari dalam lubuk hatinya.
“iya sebentar bi. Nanti
saya turun”. Jawab sherlyn dengan nada lirih seperti
nyawanya masih separuh dan belum genap seluruhnya.
Sherlyn
pun langsung bergegas menuju kamar mandi yang untungnya ada didalam kamarnya,
jadi dia tak perlu jauh-jauh untuk mandi dan membersihkan diri. Kata orang tuanya sherlyn sangat lama kalau
mandi. Namun, menurut gadis belia ini, ia mandi tidak begitu lama karena dia
adalah seorang wanita dan harus selalu menjaga penampilannya. Sepertinya, pagi
itu sherlyn mandi lebih cepat dari biasanya. Mungkin karena cacing-cacing
diperutnya sudah pada demo mau minta jatah mereka. Dan sherlyn pun segera turun
kebawah bergabung dengan anggota keluarga lainnya yang sedang menikmati sarapan
pagi.
“hallo semua, selamat
pagi !” sapa sherlyn kepada keluarganya.
“ayo cepat kesini,
makan bersama-sama”. Jawab ayahnya dengan nada suaranya
yang berat.
Keluarga
Sherlyn sudah menetap lama di Indonesia. Sejak 5 tahun yang lalu, ketika
Sherlyn mengalami masa pubernya yaitu saat ia berusia 14 tahun. Jadi, mereka
sudah mulai fasih berbicara dengan Bahasa Indonesia walaupun masih terasa
logat-logat bahasa asal mereka yakni Bahasa Belanda. Disela-sela makan meraka
selalu berbincang, bercerita, dan bahkan tidak jarang mereka sering bercanda.
Sherlyn sering tertawa lepas karena ia memiliki seorang ibu yang baik dan
selalu menghiburnya disaat ia punya masalah.
“Sherlyn, sehabis makan
kamu ikut bibi kepasar ya ?. daripada kamu tidak ada kerjaan mendingan cari
inspirasi diluar, melihat dunia luar dan tampaknya pagi ini adalah pagi yang
cukup cerah. Kamu mau kan ?” kata ibu.
“ehm, iya deh. Aku juga
ingin melihat matahari diluar. Tampaknya ia akan tersenyum menyambutku kalau
aku pergi keluar.” Jawab sherlyn dengan senang hati.
Ini
adalah kala pertamanya ia pergi kepasar menemani bibinya. Biasanya ia pergi
keluar jika ayahnya mengajaknya ke kantor untuk melihat anak buah ayahnya
bekerja.
“nanti ayah akan
memerintahkan pak bejo untuk menjagamu agar tidak ada orang yang mengganggumu”
kata ayah.
Ayahnya
adalah seorang gubernur VOC untuk wilayah Batavia. Jadi wajar saja jika ayahnya
khawatir jika Sherlyn keluar tanpa pengawalan. Ia kalau Sherlyn nanti mengalami
sesuatu yang tidak diinginkan. Karena kebanyakan orang pribumi menganggap kalau
VOC yang notabene orang Belanda adalah orang jahat dan suka merampas hak-hak mereka.
“pak bejo, antarkan
sherlyn dan bibi kepasar.” Perintah ayah kepada pak bejo.
“siap pak !”
jawab pak bejo dengan tegas.
“sherlyn, cepat
berangkat. Bibi sudah kesiangan.” Kata ayah pada
sherlyn.
“ayo bi, pak bejo kita
berangkat” ajak Sherlyn pada Pak Bejo dan Bibi.
Dan
Mereka bertiga pun berangkat dengan menggunakan kereta kuda. Disertai dengan kedua
pengawal mengikuti dibelakangnya.
“Bi, nanti mau masak
apa ?” Tanya Sherlyn pada Bibi.
“nanti masak sayur
lodeh saja ya non ?” jawab Bibi.
“apa tuh lodeh ?
makanan khas Indonesia ya Bi? Aku kok belum pernah nyoba Bi.” Tambah
Sherlyn dengan sedikit rasa penasaran dan ingin tahu tentang apa itu sayur
lodeh.
“iya non, itu makanan
asli Indonesia. Ya pokoknya nanti coba saja deh non.”
Jawab Bibi terhadap rasa penasaran Sherlyn.
Setiap
Sherlyn berjalan melewati kerumunan orang-orang yang sedang berkumpul maupun
melakukan aktivitas, banyak orang-orang yang tunduk dengan ekspresi hormat dan
sedikit segan kepadanya. Kadang terlintas dipikirannya, mengapa orang-orang
selalu begitu kepadanya. Ia memang merupakan anak dari orang yang terhormat dan
terpandang, tetapi ia tidak ingin dianggap sebagai orang yang spesial. Ia ingin
dianggap sama seperti masyarakat pada umumnya tanpa ada batasan yang membatasi
antara orang indis dengan masyarakat lainnya.
Jarak
antara rumah Sherlyn yang megah dan kental dengan gaya arsitektur indisnya
dengan pasar tidak begitu jauh. Mungkin hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk sampai
disana.
“terima kasih pak. Pak Bejo, saya dan Bibi
tidak perlu dikawal, pak” jawab Sherlyn.
“lho, tapi non…”
sambung Pak Bejo.
“sudah, saya dan Bibi
akan baik-baik saja. Nanti urusan sama ayah biar saya yang urus. Pak Bejo dan
kawan-kawan bisa nunggu aja disini.” Potong Sherlyn dan
berusaha meyakinkan pak Bejo bahwa tidak akan terjadi apa-apa.
“o.. o ya sudah kalau
begitu” kata Pak Bejo dengan nada bicara yang agak
terbata-bata sedikit takut membiarkan Sherlyn hanya berdua dengan bibi pergi
tanpa dikawal.
Mereka
berdua segera bergegas berjalan masuk kedalam pasar. Keadaan didalam sangat
ramai, berbeda tidak seperti biasanya. Orang-orang banyak yang berlalu lalang
serta membawa hewan-hewan ternak mereka masuk kedalam pasar, seperti kambing,
domba, dan ayam. Maklum saja hari ini adalah hari sabtu pahing. Di Jawa, setiap
pasar memiliki hari pasaran yang berbeda-beda mulai dari pon, wage, pahing,
kliwon, dan legi. Kebetulan pasar yang ada di dekat kediaman Sherlyn memiliki
hari pasar pahing. Jadi jika setiap hari pasar pahing, pasar menjadi sangat
ramai, penuh dan sesak. Namun, Sherlyn tetap saja bersemangat menemani bibinya
berbelanja. Sherlyn sangat senang karena baru pertama ia berbelanja tanpa
dikawal, sehingga ia dapat merasakan apa yang dirasakan seperti masyarakat pada
umumnya. Ia dapat berdesak-desakkan dengan orang lain, bebas memilih-milih
sayuran, dan menawar apa yang mau dibeli dengan bebas. Hal tersebut adalah hal
yang tak pernah ia rasakan dalam hidupnya selama ini. Tiba-tiba ketika Sherlyn
sedang asyik memilih sayuran, ia ditabrak oleh seseorang. Seseorang yang sedang
memanggul sayur-sayuran untuk dijual.
“aduh.”
“hati-hati dong.”
Teriak Sherlyn dengan kesal sambil terjatuh.
Barang
belanjaan Sherlyn pun jatuh dan berserakan tercecer disekitarnya. Bibinya pun
berlari dan segera mendekat.
“non, non ngga apa-apa
?”
“ngga apa-apa kok, Bi. Tapi
belanjaannya jadi berantakan” jawab Sherlyn yang
masih sedikit shock.
“syukurlah kalau Non
Sherlyn tidak apa-apa. Masalah belanjaan nanti bisa diberesin, yang penting non
Sherlyn baiki-baik saja.” Kata Bibi yang takut, karena jika
Sherlyn lecet sedikit saja maka ayahnya pasti akan marah pada Bibi dan Pak
Bejo.
Begitu
juga dengan orang yang menabrak Sherlyn. Ia sangat ketakutan, terang saja ia
sangat takut karena ia tahu kalau Sherlyn adalah orang indis dan orang indis
atau orang belanda sendiri adalah VOC. Ia pun kembali memastikan apakah Sherlyn
baik-baik saja sambil membereskan barang belanjaan yang dibawa Sherlyn. Ia
sangat ketakutan kalau sampai Sherlyn terluka sedikit saja, pasti ia akan
dicincang oleh orang-orang belanda.
“maaf ya non, sekali
lagi maaf. Saya benar-benar minta maaf. Jangan sampai saya dihukum, saya dari
keluarga yang tidak mampu non.” Mohon orang itu kepada
Sherlyn.
“iya saya maafkan.”
Jawab Sherlyn.
“tapi non, ini
belanjaannya bagaimana?.” Tanya orang itu yang bicara dengan
nada yang takut.
“sudah ngga apa-apa, lain
kali kamu hati-hati.” Kata Sherlyn.
“terima kasih, non”
ucap orang itu dengan penuh rasa terima kasih.
Setelah
belanjaan mereka dibereskan mereka kembali pulang menuju kerumah. Dari kejadian
yang Sherlyn alami pagi tadi, Sherlyn merasa senang ia dapat berjalan keluar
dan menghirup betapa harumnya aroma dunia luar tanpa dikawal dan dengan sedikit
kebebasan ia dapat merasakan serta membaur dengan orang lain khususnya kaum
pribumi. Sherlyn pun dapat menikmati dunia yang sebenarnya, keluar dari dunia
yang penuh dengan bayang-bayang besar ayahnya. Hal seperti itu merupakan
kesempatan yang tentunya jarang ia dapatkan. Mengingat ia adalah anak dari
seorang pejabat yang sangat terpandang serta memiliki pengaruh yang besar.
Di
suatu sore yang indah, dengan hamparan mega yang maha sempurna dibalut dengan
kumpulan awan-awan putih bak kapas-kapas yang lembut, Sherlyn sangat merindukan
indahnya dunia luar. Ingin rasanya ia jalan-jalan menikmati sore yang cerah.
Namun, ia tidak yakin kalau dia bisa menikmatinya tanpa ada yang mengawal. Ia
paham betul, bahwa ia tidak mungkin bisa keluar dengan bebas layaknya seekor
burung merpati yang terbang dengan bebas menikmati indahnya angkasa raya,
menembus setiap lembutnya awan, dan menghirup segarnya hawa kebebasan. Akhirnya,
hasratnya agar dapat merasakan apa yang ingin ia rasakan itusudah tak dapat
dibendung lagi. Ia memberanikan diri meminta izin kepada ayahnya walaupun tidak
ada satupun rasa optimis di dalam benaknya.
“ayah,
bolehkah putrimu ini menikmati indahnya langit dan udara diluar sana sore ini? Sherlyn
ingin melihat-lihat diluar sana, Sherlyn bosan yah. Boleh kan yah?”
“ehm, boleh. Biar nanti
ayah suruh Pak Bejo dan temannya menjaga kamu ya nak.”
Kata ayah memperbolehkan dengan sedikit aroma kewaspadaan terhadap putrinya.
“tapi yah, aku cuma
sebentar kok, Aku kan cuma ingin melihat sekumpulan burung-burung pulang ke
peraduan mereka. Jadi aku ngga perlu Pak Bejo dan temannya untuk menjagaku.”
Tutur Sherlyn berusaha meyakinkan ayahnya.
“ayah, aku kan sudah
besar, sudah saatnya aku mandiri. Kemarin ayah lihat kan, kalau aku baik-baik
saja waktu aku kepasar dengan Bibi. Terus sekarang kan cuma main ke taman
sebentar yah.” Tambah Sherlyn kepada ayahnya.
Kebetulan
beda satu blok dari rumah mereka ada sebuah taman yang sering dipenuhi oleh
anak-anak yang bermain disana, terutama jika di sore hari. Kebanyakan dari
mereka adalah kaum indis dan sedikit anak pribumi yang bermain disana karena
hanya anak pribumi yang orang tuanya memiliki hubungan yang dekat dengan orang
indis saja yang sering bermain disana.
“ehm, ya sudahlah
mungkin memang sekarang saatnya ayah percaya padamu. Tapi ingat, hati-hati.”
Tutur ayah dengan penuh rasa was-was yang meliputinya.
“terima kasih, ayah. Sherlyn berangkat ya?.”
Ucap sherlyn dengan penuh kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya.
“hati-hati nak.” Kata
ayah.
Sherlyn
tak tahu harus bagaimana, betapa bahagianya dia saat berjalan menuju sebuah
taman didekat rumahnya. Lukisan rasa bahagia tertuang pada rona wajahnya.
Akhirnya ia dapat merasakan apa yang ia inginkan selama ini yaitu dapat keluar
tanpa ada kawalan. Ketika ia berjalan menuju taman, ia melihat seseorang
menjatuhkan barang bawaannya. Ia terlihat seperti seorang pekerja keras, tangguh
dan gigih. Hal itu tercermin dari banyaknya barang yang ia bawa. Sherlyn pun
mengambil dan berusaha mengembalikan sesuatu yang dijatuhkan oleh orang itu. Ia
mengejar orang itu dan memanggilnya.
“hey.. hey.. ini ada
barang bawaanmu yang jatuh”. Teriak Sherlyn
memanggil orang itu.
Orang
itu pun berhenti dan meletakkan bawaanya lalu ia menoleh kearah Sherlyn.
“ini punyamu tadi
terjatuh.” Ucap Sherlyn sembari menyerahkan barang yang
dijatuhkan orang itu tadi.
Barang
tersebut adalah sekumpulan kulit yang sepertinya sudah siap untuk dibuat
sepatu.
“terima kasih non.”
Jawab orang itu.
Sherlyn
merasa sepertinya ia pernah bertemu dengan orang itu. Namun, ia lupa pernah
bertemu dimana.
“kayaknya kita pernah
bertemu ya?.” Tanya Sherlyn dengan rasa penasaran.
“ehm..”
jawab orang itu sambil berpikir.
Dan
tampaknya Sherlyn ingat bahwa orang itu adalah orang laki-laki yang menabraknya
waktu ia kepasar dengan bibinya.
“kamu orang itu
bukan?Yang menabrakku waktu dipasar kemarin.” Tebak Sherlyn
sambil ia mengingat-ingat.
“owh, iya non. Maaf ya
non kemarin. Maaf.” Jawab
laki-laki itu.
“sudah ngga apa-apa. Ngga
usah minta maaf. Ngomong-ngmong kamu perajin sepatu ya?”
Tanya Sherlyn pada laki-laki itu.
“bukan non.”
Jawab laki-laki itu dengan sungkan karena ia ingat kejadiannya ketika ia
menabrak Sherlyn kemarin.
“lantas untuk apa
kulit-kulit ini?.” Tanya
Sherlyn.
Namun,
sepertinya laki-laki itu terlihat sangat terburu-buru atau mungkin juga ia masih
takut dengan Sherlyn. Ia takut kalau dilaporkan oleh Sherlyn akibat insiden
yang terjadi dipasar waktu itu. Akhirnya laki-laki itu langsung pergi sebelum
menjawab pertanyaan yang Sherlyn lontarkan.
“hey, tunggu !.” teriak
Sherlyn berusaha mengejar laki-laki itu.
Tetapi
laki-laki itu tetap saja pergi tidak menghiraukannya. Sherlyn merasa aneh, tapi
mungkin laki-laki itu sedang dikejar deadline. Tampaknya Sherlyn penasaran
dengan laki-laki yang menabraknya dipasar. Ia ingin tahu siapakah laki-laki itu
dan mengapa ia sangat terburu-buru.
**
Setiap
sore Sherlyn selalu mengamati laki-laki itu dari jendela kamarnya. Ia mengamati
setiap gelagat dan kegiatannya. Kebetulan setiap sore laki-laki itu lewat
didepan rumah Sherlyn dan membawa 1 karung yang dipanggul dipunggungnya. Karung
itu berisi kulit yang siap untuk dibuat sepatu. Ingin rasanya Sherlyn
menghadang orang itu dan bertanya siapa namanya. Hampir setiap sore Sherlyn
mengintainya. Apakah Sherlyn telah mengalami masa-masa dewasanya, dimana
Sherlyn mulai mengagumi seorang laki-laki. Semakin hari pun Sherlyn semakin
penasaran. Apa ini yang dinamakan cinta. Dan pada akhirnya, Sherlyn pun
memberanikan diri untuk keluar rumah. Disuatu sore yang cerah disertai dengan
hembusan lembut angin sore yang membuat hati melayang, Sherlyn keluar rumah
untuk menikmati indahnya sore di taman.
Sherlyn
menunggu dan berharap laki-laki pribumi itu lewat didepannya. Dan tidak lama
kemudian, sosok laki-laki pribumi yang setiap sore membawa 1 karung kulit
dipunggungnya lewat dihadapan Sherlyn. Akhirnya apa yang ditunggu-tunggu oleh
Sherlyn setiap sore lewat didepan matanya langsung tanpa dibatasi oleh sebuah
jendela kamarnya.
“hey perajin !.”
sapa Sherlyn.
“ada apa non?”
jawab laki-laki pribumi itu dengan heran dan sedikit takut.
“aku Sherlyn, kamu
siapa?” Tanya Sherlyn sambil mengulurkan tangannya sebagai
tanda meminta untuk berkenalan.
“maaf saya
terburu-buru.” Jawab laki-laki itu dengan menundukkan
kepalanya dan tidak melihat wajah Sherlyn.
“hey, saya Cuma ingin
tahu siapa namamu. Kamu sering lewat daerah sini, jadi saya harus tahu siapa
namamu.” Kata Sherlyn.
“kok non tahu kalau
saya sering lewat sini?” Tanya laki-laki itu dengan heran.
Ia terkejut mengapa Sherlyn tahu ia sering lewat depan rumahnya.
“upz, e.. saya suka
lihat dari jendela kamar saya. Itu disana.” Jawab Sherlyn
sambil menunjuk sebuah jendela. Ia tersipu malu karena kegiatannya suka
mengintai laki-laki itu ketahuan dan tidak sengaja keluar dari bibir Sherlyn.
“aku hanya ingin tahu
siapa namamu ?” sambung Sherlyn.
“ehm, panggil aja aku
Danu.” Jawab laki-laki pribumi itu sembari meminta Sherlyn
untuk berjabat tangan dengannya.
“salam kenal non.”
Tambah danu sambil berjabat tangan dengan Sherlyn.
“salam kenal juga
Danu.” Balas Sherlyn.
“maaf non, saya sedang
terburu-buru. Maaf, sampai ketemu lagi.” Ucap Danu sambil
terburu-buru.
“Danu, panggil aja aku
Sherlyn ngga usah pakai non.” Teriak Sherlyn.
Sebenarnya masih ada hal yang ingin Sherlyn tanyakan kepada Danu.
Namun,
ia pergi dengan sangat tergesa-gesa. Tetapi minimal akhirnya Sherlyn tahu siapa
laki-laki yang selalu ia amati setiap sore, Danu namanya. Nama yang meggambarkan
bahwa ia memang benar-benar orang pribumi tulen.
Setelah
peristiwa yang dialami Sherlyn pada sore itu, Sherlyn kembali melihat Danu
namun bukan didepan rumahnya melainkan ia melihatnya pada pagi hari dipasar
ketika Sherlyn pergi kepasar bersama ibunya. Ia kali ini melihat Danu tidak
mengangkat karung yang isinya penuh dengan kulit tetapi kali ini ia melihat
Danu mengangkat sayur mayur yang sepertinya sudah siap untuk dijual. Sherlyn
bertanya-tanya dalam hati. Siapakah Danu sebenarnya. Apakah ia seorang perajin
sepatu ataukah ia seorang pedagang sayur di pasar. Namun, setelah Sherlyn
berputar-putar dan menjelajahi seluruh isi pasar tampaknya Danu bukanlah
seorang pedagang. Dan dari situ Sherlyn menyimpulkan bahwa Danu hanyalah
seorang laki-laki yang selalu membantiu para pedagang untuk membawakan barang
dagangannya maupun bahan untuk perajin sepatu. Dengan kata lain, ia hanyalah
seorang yang gigih walaupun ia hanya seorang pekerja serabutan. Dan ia pantang
menyerah untuk membantu ayahnya dalam menghidupi keluarganya yang hanya bekerja
sebagai buruh untuk VOC. Dan sifat itulah yang membuat Sherlyn salut dengannya.
Hampir
disetiap sore Sherlyn selalu mengamati Danu. Sesekali mereka bertemu dan
mencoba untuk saling bercerita tentang satu sama lain. Baik tentang latar
belakang mereka masing-masing, sampai pandangan mereka tentang sebuah
kehidupan. Sherlyn semakin mengerti tentang Danu, kegigihannya, dan
perjuangannya dalam menjalani kehidupan. Dan sebaliknya, Danu pun juga semakin
mengetahui bagaimana kehidupan Sherlyn dan keinginannya untuk dapat menjadi
seperti merpati yang bisa terbang bebas melanglang buana menyusuri cakrawala
tanpa ada penghalang apapun. Di suatu malam, Sherlyn tidak bisa tertidur
seperti biasanya, dan ia tidak bisa berhenti memikirkan Danu. Yang ada
dipikirannya hanya ada Danu. Danu yang selalu hadir menghiasi atap kamar
tidurnya. Sama dengan halnya dengan Sherlyn, Danu pun juga tidak bisa tidur,
dan ia keluar untuk melihat bintang dan berharap dapat menyelami lautan bintang
yang membanjiri langit. Namun, acap kali Danu melihat bulan, terbayanglah wajah
manis Sherlyn dengan senyumnya yang ramah. Dan itu yang membedakan Sherlyn
dengan orang Indis lainnya. Mungkin mereka berdua tengah terjebak bagaimana
indahnya sangkar cinta yang telah mengurung mereka. Mungkin juga mereka tengah
terpercik segarnya air dari surga cinta yang mereka selami.
Semakin lama mereka semakin sering untuk
bertemu. Bahkan hampir setiap sore mereka terlihat bersama di taman. Seperti
mereka sudah tak dapat menahan rasa cinta mereka yang telah membanjiri hati
Sherlyn dan Danu. Saling bercerita, bercengkrama, dan bercanda. Itulah yang
mereka lakukan setiap kali mereka bertemu. Namun akibatnya karena Sherlyn
terlalu sering bertemu dengan Danu, ayahnya curiga dan telah mencium aroma
percintaan mereka. Dan pada suatu ketika, ayahnya ingin meminta kejelasan
kepada Sherlyn tentang hubungannya dengan Danu.
“Sherlyn, kamu
sepertinya akhir-akhir ini tampak berbeda. Putriku ini terlihat bahagia sekali. Ada apa gerangan
anakku?” Tanya ayahnya pada Sherlyn.
“ngga ada apa-apa kok
yah. Mungkin ini efek dari sering jalan-jalan aja setiap sore di taman.”
Jawab Sherlyn dengan wajah bahagianya.
“kamu sedang jatuh
cinta ya nak?”
“ah
ayah, Sherlyn kan belum cukup umur.” Tampik Sherlyn dengan
sedikit malu-malu dan wajahnya yang putih berubah menjadi agak memerah.
“Sherlyn, ayah tahu apa
yang kamu lakukan di taman, dan ayah juga tahu kamu bertemu dengan siapa di
taman.” Ucap ayah dengan nada bicaranya yang sedikit mulai
serius.
“ayah ngomong apa sih? Ngga
ada siapa-siapa yah. Sherlyn ke taman kan sendiri dan disana Sherlyn cuma
duduk-duduk lihat anak-anak main, lihat burung-burung yang pulang kerumahnya. Sudah
ya yah, Sherlyn mau ke kamar. Sherlyn capek.” Tambah Sherlyn
dan ia langsung berpaling dari ayahnya untuk menuju kekamarnya.
Namun,
walaupun ayahnya belum mendapatkan keterangan langsung dari Sherlyn. Ayahnya
sudah mencium adanya hubungan antara Sherlyn dengan Danu. Di kamar Sherlyn
melamun, ia takut tentang hubunganya itu. Ia takut ayahnya tidak akan
merestuinya karena Danu hanya seorang rakyat biasa dan ia pun takut kalau
ayahnya pasti akan marah besar kepadanya. Namun, Sherlyn tetap tidak ingin
kehilangan Danu dan ia belum siap jika harus dipisahkan dengan Danu.
Sedikit
demi sedikit Sherlyn mulai mengurangi intensitasnya untuk bertemu dengan Danu.
Setiap minggu hanya 1 atau 2 kali ia bertemu dengan Danu agar ayahnya tidak
curiga. Tetapi ternyata ayahnya telah mengutus seorang mata-mata guna mengintai
mereka di taman. Pada suatu sore, Sherlyn tak bisa menahan rasa rindunya
terhadap Danu. Dadanya mulai sesak dipenuhi rasa rindu ingin bertemu Danu. Padahal
baru sore kemarin ia bertemu Danu dan sudah 3 kali ia bertemu Danu dalam 1
minggu ini. Tapi namanya dua insan yang sedang dimabuk asmara maka kalau tidak
bertemu 1 hari saja rasanya sudah seperti tak bertemu selama 1 tahun.
Pada
suatu sore, akhirnya Sherlyn nekat. Ia nekat keluar ke taman untuk bertemu
dengan Danu. Pada akhirnya ia dipergoki oleh ayahnya sedang bersama Danu. Ayahnya
mengetahui kalau Sherlyn ada di taman dari seorang mata-mata. Ia
menginformasikan bahwa Sherlyn memiliki hubungan dengan Danu dan mereka sering
bertemu pada sore hari di taman. Sherlyn terkejut melihat ayahnya. Mengapa
ayahnya ada di taman.
“ayah ?”
ucap Sherlyn yang terkejut melihat ayahnya memergokinya sedang bersama dengan
Danu.
“Sherlyn, cepat pulang
!.”
Ucap ayahnya.
“tapi yah?”
“ayo, cepat pulang !”
kata ayahnya yang sepertinya sedang naik darah. Lalu ayahnya menarik paksa
tangan Sherlyn.
Ia
sangat marah kepada Sherlyn. Ayahnya tidak setuju kalau anaknya memiliki
hubungan spesial dengan orang pribumi. Bukan saja karena Sherlyn masih terlalu
muda untuk menjalani sebuah hubungan, tetapi juga karena Danu adalah orang
pribumi dan ia bukan siapa-siapa. Bukanlah orang yang terpandang dan ia bukan
anak dari seorang yang dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap
lingkungannya alias ia hanyalah seorang rakyat jelata. Sementara itu Sherlyn
adalah seorang anak Gubernur VOC dan termasuk sebagai kalangan elit, sehingga
ayahnya tidak ingin anaknya memiliki hubungan dengan laki-laki yang jika
dilihat dari kedudukannya jelas jauh berbeda dengannnya. Keluarga Sherlyn
adalah pejabat tinggi dan Keluarga Danu hanyalah rakyat jelata.
Sherlyn menangis semalaman. Apa yang
ia takutkan selama ini pun terjadi sudah. Ia pasti dengan segera akan
dipisahkan dengan seseorang yang sangat ia cintai. Tak tahu harus berbuat
apalagi. Ia tak mungkin memberontak melawan kehendak ayahnya. Namun, di lain
pihak Sherlyn sendiri tak ingin berpisah dengan Danu sang tambatan hatinya. Ini
merupakan sebuah dilemma bagi Sherlyn. Lalu terdengarlah suara ketokan pintu
kamarnya.
“tok.. tok.. tok..”
nak, ini ayah.”
“Ayah ingin berbicara
denganmu.” Kata ayahnya dengan nada-nada amarah pada kata-katanya.
“cepat buka pintunya.”
Tambah ayahnya.
Dibukalah
pintu kamarnya. Terlihat ayahnya yang sangat marah kepadanya. Disamping ayahnya
terdapat sang bunda yang langsung memeluk Sherlyn. Sherlyn pun tak kuasa
menahan rasa pedih dihatinya. Sesekali air matanya jatuh membasahi pipinya yang
merah dan menodai wajah cantiknya.
“kamu paham kan siapa
ayahmu ini.”
“Apa jabatan ayahmu.”
“Dan kamu juga tahu kan
siapa Danu.” “
Ia hanya seorang
pengangguran.”
“Dia tak pantas untukmu,
nak.”
“Tinggalkanlah dia.”
“Ayah tidak mau kalau
kau bersamanya.” Ucap ayahnya sambil mengelus rambut
Sherlyn.
“sudahlah nak, mungkin
Danu bukan untukmu.” Tambah ibunya.
Sherlyn
tak mampu berkata apa-apa dan ia tidak tahu harus berkata apa. Hatinya sangat
sedih dan perih.
“besok kamu akan ayah
antar ke Belanda biar tantemu disana yang menjagamu.” Kata
ayah.
“sekarang kamu tidur ya
nak.”
“Besok pagi kamu harus
berangkat.”
“Selamat malam. putriku”
Tambah ibunya sambil memeluknya dan menciumnya.
Di suatu pagi yang tak secerah
biasanya, Sherlyn berangkat bertolak dari Indonesia menuju ke belanda dengan
menggunakan kapal laut. Ia didampingi oleh ayahnya. Sesekali ia menangis
diperjalanan jika ia mengingat saat masa-masa indahnya bersama Danu. Ia tidak
menyangka akan jadi seperti ini. Namun, Sherlyn percaya bahwa kekuatan cinta
akan mempertemukan mereka kembali suatu hari nanti.
**
Dua tahun sudah Sherlyn dan Danu
berpisah. Sama seperti Sherlyn, Danu pun juga tak bisa terima dengan apa yang
ia alami. Hatinya hancur berkeping-keping ibarat pecahan kaca yang berserakan
begitu sangat berantakan. Suatu hari Danu merindukan Sherlyn dan ia tak bisa
lagi menahan rasa rindunya itu. Akhirnya, ia berencana nekat pergi meninggalkan
Indonesia untuk menemui Sherlyn di Belanda. Ia nekat menumpang kapal barang
Belanda yang akan mengangkut barang komoditas dari Batavia ke Belanda. Ia sadar
kalau perbuatannya itu sangat mengundang resiko. Ia telah dibutakan oleh cinta,
baik hatinya dan pikirannya. Dan ia pun menyusup ke kapal barang tersebut. Ia
pun bertolak ke Belanda dengan kapal barang yang ia susupi. Namun, ia ketahuan
oleh salah satu awak kapal dan ia diburu oleh para awak kapal.
“hey penyusup !.”
“Mau lari kemana kau
?.”
Teriak salah satu awak kapal.
Lalu
ia berlari dan dikejarlah ia oleh para awak kapal. Pada akhirnya Danu pun
terpojok di salah satu sudut kapal. Tertangkaplah ia oleh para awak kapal.
Biasanya jika ada yang menyusup masuk ke kapal pasti dia akan diadili di
Belanda, begitu juga dengan Danu. Kebanyakan dari penyusup yang masuk akan
dihukum mati disana. Danu pasrah, dan ia berharap dapat bertemu sang pujaan
hatinya sebelum ia dihukum.
***
Hari itu pun tiba dimana Danu yang
nekat menyusup ke kapal dagang Belanda diadili dihadapan para pejabat, anak
pejabat, dan bahkan seluruh petinggi kerajaan Belanda. Ia divonis oleh hakim
dengan hukuman gantung. Danu pun langsung dibawa ke tengah-tengah kerumunan
yang terdapat sebuah mimbar dimana mimbar tersebut digunakan untuk menghukum
gantungnya. Tetapi ia diberi kesempatan untuk memberikan kata-kata perppisahan
sebelum ia dihukum gantung. Dan ia sangat ingin bertemu dengan Sherlyn sang
merpati dihatinya.
Setelah
mengucapakan apa yang ia inginkan sebelum dihukum, tak lama kemudian ia dibawa
naik keatas mimbar. Sherlyn yang juga ikut hadir disana langsung berlari menuju
ketengah membelah lautan manusia yang membanjiri tempat itu. Ia tak kuasa dan
ingin sekali menjauhkan Danu dari hukluman gantungnya. Namun, begitu sampai
didepan para penjaga dan keamanan ditempat itu langsung menahannya. Sherlyn
mencoba berontak dan bersikeras untuk maju kedepan mimbar. Tapi apa daya, Danu
akhirnya dieksekusi. Ia dieksekusi tepat didepan hadapan sang merpatinya yaitu
Sherlyn.
Sherlyn
menangis tak kuasa melihatnya, melihat sang pujaan hatinya mati didepan mata
kepalanya sendiri. Sontak ia memberontak dan berhasil lolos dari cengkraman
para penjaga. Tetapi Danu telah pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya dan
telah merasakan kedamaian di alam sana. Sherlyn memeluk jasad Danu, ia
menangis. Ia tak bisa terima dengan semua ini. Tapi apa daya Danu tak akan
pernah bisa kembali. Lalu dari situ Sherlyn sadar bahwa cinta adalah cerita
indah tiada abadi. Dan ia pun mengerti bahwa cinta tak harus saling memiliki
dan pasti akan terpisahkan oleh sesuatu, yaitu terpisahkan oleh waktu.
Belajar dari apa yang Sherlyn alami,
Sherlyn berhasil tumbuh menjadi wanita yang gigih dan tangguh. Ia berhasil
menyelesaikan perguruan tinggi di Belanda. Dan ia kembali ke Indonesia untuk
mewujudkan apa yang ia inginkan yaitu melihat rakyat Indonesia merasakan
kebebasan. Kebebasan seperti sekumpulan burung merpati yang bebas melanglang
buana menembus cakrawala. Ia mendirikan sebuah pergerakan untuk menentang
pemerintahan kolonial belanda.
Oleh: Gilang Swara Sukma