OLEH: GILANG SWARA SUKMA
Sejatinya
manusia adalah makhluk yang tidak pernah puas dan selalu menginginkan sesuatu
yang lebih. Terutama dalam hal memenuhi kebutuhan mereka. Mereka selalu
berusaha untuk mendapatkan hasil yang semaksimal mungkin. Seiring dengan
berkembangnya otak manusia dan adanya dorongan untuk memenuhi kebutuhannya maka
menyebabkan munculnya inovasi-inovasi baru yang diciptakan oleh manusia. Begitu
juga halnya dengan manusia prasejarah. Mereka yang tadinya hanya mengenal
bercocok tanam dan domestikasi hewan dengan alat-alat yang sederhana berkembang
dengan mengenal alat-alat logam setelah mereka mengetahui bagaimana cara
melebur dan mengolah logam.
Dari situ dapat kita ketahui bahwa telah terjadi kemajuan, khususnya
dalam bidang teknologi. Yang awalnya mereka hanya menggunakan alat-alat yang
terbuat dari batu, tulang, dan kayu, setelah mereka mengenal teknologi logam
mereka mulai beralih menggunakan alat-alat yang terbuat dari logam. Karena
logam sendiri merupakan bahan yang mudah dibentuk menjadi bentuk apapun. Namun,
walaupun mereka telah mengenal adanya logam, mereka tidak sepenuhnya
meninggalkan alat-alat batu mereka. Mereka tetap masih menggunakan alat-alat
batu, tulang dan kayu. Karena biasanya alat-alat yang terbuat dari logam adalah
alat-alat yang memiliki fungsi religi dan fungsi sosial dan memang pada saat
itu alat-alat yang terbuat dari logam merupakan alat-alat yang langka dan
memiliki prestos yang ringgi. Alat-alat logam tersebut berupa kapak corong,
bejana, patung, nekara serta perhiasan dan aksesori lainnya (Bintarti, 2008).
Kebanyakan dari alat-alat logam tersebut terbuat dari perunggu. Dari alat-alat
perunggu tadi terdapat satu alat yang dianggap penting yaitu nekara. Mengapa
demikaian? Karena nekara perunggu sering merupakan penanda kemajuan teknologi
pada masa logam.
Nekara perunggu sendiri merupakan hasil budaya materi yang pesebarannya
cukup luas. Pertama kali, nekara perunggu ditemukan di Dong son, Propinsi Than Hoa , Vietnam .
Daerah Dong son sendiri sering dianggap sebagai cikal-bakal atau daerah asal
dari budaya Dong son yang tersebar hampir di seluruh Asia Tenggara. Selain itu,
nekara perunggu juga ditemukan hampir di seluruh daratan Asia Tenggara, seperti
di Thailand, Kamboja, Myanmar, Laos, Malaysia, dan Indonesia. Selain itu,
nekara perunggu juga ditemukan di propinsi Yunan, yaitu sebuah propinsi di Cina
bagian selatan. Di Indonesia, nekara perunggu tersebar mulai dari pulau Sumatra
yang berada di sebelah barat hingga Papua yang merupakan pulau paling timur di Indonesia .
Dengan demikian, melihat pola pesebaran dari nekara perunggu yang
tersebar hampir di seluruh daratan Asia Tenggara hingga di daratan Cina bagian
selatan, menimbulkan sebuah pertanyaan besar. Bagaimana nekara perunggu tersebut
dapat menyebar hingga ke seluruh daratan Asia Tenggara khususnya di Indonesia yang
merupakan daerah kepulauan ?. Maka dari itu makalah ini dibuat untuk mengungkap
kasus tersebut dan menjawab pertanyaan itu.
Nekara Perunggu “Makalamau” dari Pulau
Sangeang
Telah
disebutkan tadi bahwa nekara perunggu yang awalnya berasal dari daerah Dong Son , Vietnam
menyebar hampir keseluruh wilayah di daratan Asia Tenggara termasuk daerah
kepulauan seperti Indonesia .
Maka dari itu timbul suatu pertanyaan bagaimana nekara tersebut dapat menyebar
dari Vietnam hingga ke Indonesia ?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut ada hal yang perlu diketahui terlebih
dahulu, yaitu apa itu nekara dan apa saja jenisnya serta nekara seperti apa
yang ada di Indonesia ?
Lalu apakah ada hubungannya dengan nekara yang berasal dari Dong Son?.
Nekara sendiri adalah suatu benda
yang merupakan tinggalan arkeologis dari zaman logam (bronze age). Nekara
memiliki Bentuk seperti dandang yang terbalik dan terbuat dari perunggu. Pada
umumnya nekara perunggu tersusun dari tiga bagian, yaitu bagian atas yang terdiri
bidang pukul yang datar (tympanum) dan bagian bahu yang dilengkapi dengan
pegangan, bagian tengah atau badan yang berbentuk silinder, serta bagian bawah
atau bagian kaki yang melebar (Poesponegoro; Notosusanto, 1993: 246).
Nekara perunggu pada umumnya dihiasi dengan berbagai macam pola hias.
Pola hias yang ada pada nekara perunggu biasanya terdiri atas pola-pola hias
yang bersifat geometris. Tetapi tidak semuanya nekara perunggu memiliki pola
hias yang bersifat dekoratif semata, ada beberapa nekara yang memiliki
hiasan-hiasan berupa binatang, bentuk rumah, perahu, gambar perburuan, adegan
upacara, dan hiasan-hiasan yang digambarkan secara naturalistik maupun stiliran
(Geldern, 1945 dalam Tanudirjo: 25). Namun, kerayaan hiasan antara satu nekara
satu dengan yang lainnya tidaklah sama sehingga adanya perbedaan tersebut
sangat berpengaruh dalam menentukan klasifikasi. Maka dari itu, terbentuklah
tipe-tipe guna mengklasifikasi nekara perunggu. Pada tahun 1878 AD Meyer dan
W.Foy mengklasifikasikan nekara menjadi 6 tipe, yaitu tipe M1-M6. kemudian pada
tahun 1902 klasifikasi yang dilakukan oleh Meyer disederhanakan oleh F. Heger
menjadi 4 tipe saja yakni tipe Heger I – Heger IV dan hingga saat ini yang
digunakan untuk mengklasifikasi nekara perunggu adalah klasifikasi menurut
Heger (Bintarti, 2008).
Berdasarakan data-data yang diperoleh, vietnam merupakan Negara di Asia
Tenggara yang paling banyak memiliki temuan berupa nekara perunggu dan memiliki
persebaran yang merata diseluruh bagian dari Negara tersebut. Menurut Peter
Bellwood dalam bukunya yang berjudul Prasejarah
Kepulauan Indo-Malaya menyebutkan bahwa pembuatan perunggu di Asia Tenggara
pertama kali dilakukan di Vietnam Utara pada pertengahan milenium kedua SM (Bellwood , 2000: 389). Kira-kira dimulai pada tahun 3000 –
2000 SM (Poesponegoro; Notosusanto, 1993: 243). Di Indonesia masa logam baru
berlangsung sekitar 500 – 300 SM.
Berdasarkan data-data diatas maka dapat dikatakan bahwa nekara perunggu
berasal dari Vietnam .
Karena banyaknya nekara perunggu ditemukan di Dong Son serta banyaknya
nekara-nekara yang ditemukan di daerah lain memiliki ciri yang hampir sama
dengan nekara yang ditemukan di Dong Son, maka perkembangan budaya yang terjadi
pada masa itu sering disebut sebagai budaya Dongson. Budaya Dongson sendiri
dapat ditemui hampir diseluruh daratan Asia tenggara termasuk daerah kepulauan
seperti Indonesia .
Nekara perunggu yang merupakan bagian dari budaya Dongson jika
diklasifikasikan menurut klasifikasi Heger kebanyakan termasuk kedalam tipe
Heger I. Tipe Heger I ini dinilai memiliki persebaran yang paling luas diantara
nekara tipe Heger lainnya. Termasuk nekara-nekara yang ditemukan di Indonesia , kebanyakan nekara-nekara tersebut
merupakan nekara Tipe Heger I. Mengenai persebarannya sendiri, nekara tipe
Heger I di Indonesia banyak ditemukan didaerah timur Indonesia .
Nekara-nekara perunggu yang ditemukan di Indonesia bagian timur memiliki
pola hias yang sangat raya dan indah. Nekara-nekara yang ditemukan di Indonesia bagian Timur dianggap nekara yang memiliki
kualitas yang baik dibanding nekara-nekara perunggu lainnya yang ditemukan di Indonesia .
Karena nekara ini memiliki hiasan yang sangat raya. Salah satunya yaitu nekara
yang ditemukan di Pulau Sangeang (pulau kecil di sekitar pulau Sumbawa ), Nusa Tenggara Barat. Nekara ini sering disebut
sebagai maestronya nekara perunggu yang ada di Indonesia
selain nekara perunggu dari pejeng (Bali ). Penduduk
setempat menyebut nekara perunggu ini dengan sebutan Makalamau atau Waisarinci
dan ada pula yang menyebut dengan sebutan Saritasangi.
Penduduk setempat mempercayai bahwa Makalamau
memiliki kekuatan magis yang dahsyat. Maka dari itu, nekara tersebut digunakan
sebagai alat dalam sebuah upacara atau ritual. Penduduk setempat menggunakan Makalamau untuk mendatangkan hujan
dengan cara Makalamau secara
terbalik, yaitu dengan bidang pukul berada di bawah (Poesponegoro; Notosusanto,
1992). Hal tersebut berbeda dengan fungsi nekara perunggu yang ada di Vietnam .
Menurut pendapat Loofs-Wissowa (1991) yang dikutip oleh Peter Bellwood
meyebutkan bahwa di Vietnam
nekara perunggu digunakan sebagai hadiah yang diberikan kepada penguasa
setempat sebagai lambang martabat raja dan kekuasaanya. Nekara tersebut
diberikan oleh penguasa politik dan agama di Vietnam
(Bellwood , 2000: 403).
Telah disebutkan bahwa hiasan pada nekara perunggu tidak hanya berfungsi sebagai
hiasan yang bersifat dekoratif dengan memiliki pola-pola yang geometris. Pada
beberapa nekara terdapat hiasan-hiasan dengan pola-pola yang sangat indah.
Seperti yang ada pada nekara perunggu (Makalamau)
dari Pulau Sangeang. Pada Makalamau
terdapat hiasan berupa seorang laki-laki yang sedang duduk di punggung kuda dan
orang-orang yang mengenakan seragam menyerupai pakaian tartar (Cina), Kushan
(India Utara), Satavahana (India Tengah) (Geldern, 1945: 25). Selain itu, juga
terdapat hiasan perahu yang merupakan upacara penghormatan terhadap orang yang
meninggal yang ada di Vietnam .
Berdasarkan data seperti itu dapat dikatakan bahwa semua adegan tersebut tidak
dikenal oleh penduduk Indonesia
bagian timur. Sudah jelas bahwa nekara tersebut (Makalamau) tidak dibuat
didaerah tempat ditemukannya yaitu Pulau Sangeang. Namun Imamura (1993)
berpendapat bahwa beberapa nekara tipe Heger I termuda mungkin dibuat di Indonesia .
Namun, pendapat tersebut telah terbantahkan oleh pendapat Kempers. Ia
menyebutkan bahwa jika dilihat dari kadar timahnya yang tinggi tampak
kebanyakan dari nekara-nekara yang ditemukan di Indonesia
timur di buat di Vietnam
karena pengaruh Cina sangat kuat di daerah itu setelah abad 2 SM (Kempers,
1988). Sementara itu Geldern berpendapat bahwa Makalamau dicetak di Funan yang sudah berbudaya India pada 250 SM (Geldern, 1945).
“Makalamau” sebagai sudah bukti adanya
perdagangan dan hubungan dengan Negara luar
Nekara
tipe Heger I yang memiliki pola hias yang sangat indah dibandingkan dengan
nekara tipe Heger lainnya sekaligus nekara tipe Heger I menjadi ciri budaya dari
Dongson. Jika dilihat dari pola hiasnya yang raya dan indah, nekara tipe Heger
I jelas-jelas bukan barang sembarangan melainkan sebuah barang yang sangat
berharga bagi masyarakat pendukungnya. Tak hayal kalau nekara perunggu sering
dijadikan sebagai alat barter atau sebagai barang yang diperdagangkan. Melihat
persebarannya yang merata mulai dari daratan Asia Tenggara hingga wilayah
kepulauan seperti Indoenesia, nekara perunggu merupakan golongan barang-barang
mewah yang menyebabkan terjadinya long
distance trade (Bintarti, 2008). Berdasarkan asumsi yang diungkapkan oleh
Bintarti diatas maka asumsi tersebut dapat digunakan guna menjawab pertanyaan
yang timbul, yaitu Bagaimana nekara-nekara perunggu tersebut dapat menyebar ke
seluruh daratan Asia Tenggara hingga wilayah kepulauan seperti wilayah Indonesia ? Yang
tentunya asumsi tersebut didukung oleh pendapat-pendapat yang telah di paparkan
pada poin sebelumnya.
Seperti contoh kasus pada Nekara
perunggu (Makalamau) yang ada di Pulau Sangeang yang berada di Indonesia
bagian timur. Nekara perunggu yang dikenal dengan sebutan Makalamau oleh
penduduk di Pulau Sangeang memiliki fungsi sebagai media untuk upacara atau
ritual khususnya ritual memanggil hujan.
Dengan adanya fungsi tersebut maka nekara merupakan barang langka dan tidak
setiap orang memilikinya karena nekara jadi dianggap sebagai benda sakral.
Sangat menarik memang, jika kita lihat bahwa nekara-nekara yang ditemukan di Indonesia
timur adalah nekara yang menjadi maestronya karena memiliki hiasan yang sangat
raya dan indah termasuk nekara Makalamau dari Pulau Sangeang.
Tetapi jika kita lihat kembali,
daerah Indonesia
timur merupakan daerah penghasil rempah-rempah dan kayu cendana menjadi
komoditas utama. Tampaknya hal tersebutlah yang mendorong terjadinya barter
antara barang kebutuhan masyarakat di kedua wilayah yang berjauhan. Jauh
sebelum munculnya kerajaan di Indoensia timur, rupanya rempah-rempah sudah
dikenal dan diminati oleh orang-orang India maupun Asia Tenggara.
Ditemukannya barang selain nekara yang berupa kain Pattola asli dari India ,
dan manik-manik mutisala dari afrika adalah bukti adanya perdagangan serta
hubungan dengan pihak lain (Bintarti, 2008).
Kesimpulan
Nekara Perunggu sebagai salah satu
hasil dari budaya logam tersebar secara merata mulai dari Asia Tenggara daratan
hingga wilayah kepulauan seperti Indonesia . Nekara perunggu sendiri
berasal dari daerah Dongson ,
Vietnam . Lalu,
karena banyak ditemukannya nekara-nekara perunggu yang memiliki ciri mirip
dengan nekara dari Dongson maka lahir sebutan tentang kebudayaan Dongson.
Nekara-nekara perungga yang merupakan budaya Dongson diklasifikasikan menjadi 4
tipe oleh F. Heger, yaitu tipa Heger I-Heger IV.
Nekara tipe Heger I kebanyakan
ditemukan di Indonesia
bagian Timur. Nekara Tipe Heger I merupakan nekara dengan kualitas yang paling
baik karena memiliki hiasan yang sangat raya yang indah, seperti nekara
perunggu yang ditemukan di Pulau Sangeang, Sumbawa .
Penduduk setempat mnyebut nekara tersebut dengan sebutan Makalamau. Makalamau sendiri merupakan barang sakral karena
digunakan sebagai media upacara memanggil hujan sehingg makalamau adalah bukan
barang sembarangan karena hanya kalangan tertentu yang boleh memiliki. Akibatnya
Makalamau menjadi barang yang sangat berharga dan yang pasti bukan barang asli
daerah setempat melainkan didatang dari daerah lainnya. Dari adanya hal
tersebut mendorong adanya Long Distance Trade.
Daerah Indonesia timur yang merupakan
penghasil rempah-rempah dan kayu cendana mendorong terjadinya barter antar
barang yang merupakan kebutuhan dari
kedua belah pihak yang melakukan perdagangan.
DAFTAR PUSTAKA
Djoened
Poesponegoro, Mawarti; Notosusanto, Nugroho. 1993. Sejarah Nasional Indonesia .
Jakarta : Balai
Pustaka.
Bellwood, Peter.
2000. Prasejarah Kepulauan Indo-Malaysia,
Edisi Revisi. Jakarta :
P.T Gramedia.
Bintarti, D.D.
2008. Nekara Perunggu Dari Yunan sampai
Papua
Heine Geldern,
R. Von. 1945. Prehistoric Research in The
Netherlands Indies . Edited by Pieter Honig and Frans Verdoorm,
Science and Scientist in The Netherlands
Indies . Diterjemahkan oleh Daud Aris
Tanudirjo. New York : The Riverside
Press.
No comments:
Post a Comment